Peran Ibu dalam Perjalanan Guru Berprestasi Nasional, Sigid Suryono
“Bagi saya, ibu adalah kunci utama kesuksesan setiap orang.”
Itulah kalimat yang telah menancap di kepala saya setelah mengikuti kelas menulis bersama Om Jay Gelombang 15 pertemuan ke-6 pada 21 Agustus 2020 silam.
Malam itu, kami kedatangan pembicara keren yang memiliki segudang prestasi. Namanya adalah Sigid Suryono, S.Pd. M.Pd. Dengan tema “Motivasi Berprestasi”, kelas menulis bersama Om Jay dan ibu Sri Sugiastuti atau ibu Kanjeng sebagai moderator berlangsung sangat seru dan mencerahkan.
Pak Sigid mengawali pertemuan kelas menulis bersama Om Jay malam itu dengan perjalanan awalnya dalam meniti karier sebagai seorang guru.
Sebelum menceritakan berbagai pencapaiannya menjadi seorang guru, pendidik yang mengajar di SMP Negeri 1 Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, ini menceritakan kisahnya bahwa apa yang diraihnya saat ini berbanding terbalik dengan kisahnya dahulu. Jika sekarang prestasinya sudah diakui bahkan hingga tingkat Nasional, pak Sigid mengalami masa kecil yang jauh dari prestasi.
Ketika menempuh SD, pak Sigid memang bisa mencapai peringkat atas di sekolahnya. Namun, dirinya mengaku tidak pernah berperan dalam berbagai lomba akademik. Hal tersebut sangat berbanding terbalik ketika SMP dimana dirinya bahkan berada di peringkat 39 hingga 41 dari 44 siswa satu kelasnya. Keadaan tersebut semakin parah ketika memasuki SMA. Di jenjang menengah atas tersebut, pak Sigid bahkan tidak pernah mengikuti lomba sama sekali.
Keadaan tersebut berlanjut ketika guru MIPA ini melanjutkan ke studi pada jenjang yang lebih tinggi. Mengejar studi di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), pak Sigid hampir mengalami Drop Out meski akhirnya berhasil menyelesaikan studinya selama 7 tahun atau pada saat itu adalah durasi maksimal bagi mahasiswa S1 untuk menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Baru kemudian belakangan diketahui bahwa pak Sigid harus menyelesaikan studinya hingga 7 tahun karena dirinya juga harus menyambung hidup dengan melakukan berbagai pekerjaan lain, mulai dari usaha sablon rental komputer hingga mengajar di sejumlah sekolah.
Berbagai pengalaman tersebut sangat membantunya ketika lulus dan mulai mengajar di SMP 1 Negeri Wonosari tahun 2005. Selain pengalaman bekerjanya ketika masih menempuh perkuliahan, etos kerja yang tinggi dari pak Sigid juga didapat dari pengalamannya aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan sampai pada tingkat senat fakultas.
Baru mengajar selama satu tahun, pak Sigid langsung tancap gas. Seakan ingin balas dendam karena banyak hal dilewatkannya ketika masih sekolah, pendidik yang juga dipercaya sebagai duta Rumah Belajar Kemdikbud ini langsung mengikuti simposium guru tingkat provinsi DIY pada tahun 2006. Itulah titik balik dari berbagai pengalamannya dalam perjalanan kariernya. Pak Sigid mengaku banyak hal yang didapatnya ketika menjalani simposium guru tersebut karena ketika itu dirinya berkumpul bersama orang-orang hebat di dunia pendidikan. Bahkan, meski berkumpul dan berbagai berbagai pengalaman dan ilmu, dirinya juga harus berkompetisi.
Cara yang paling ampuh menurutnya dalam mendapatkan berbagai ilmu dari para senior dan orang-orang hebat menurutnya adalah dengan pola ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Menurutnya, metode ini sangat aplikatif dan adaptif. Hampir semua orang dengan berbagai disiplin ilmu bisa menggunakan metode ini untuk terus mengasah kemampuannya.
“Bagi penulis maka untuk bisa menghasilkan buku yang hebat dekatlah dengan para penulis. Bagi para programer agar bisa hebat maka belajarlah dari para programer lewat hasil karya mereka. Tentu ini sangat penting bagi teman-teman guru untuk mengetahui karakter diri kita sendiri mau jadi seperti apa dan tentukan target dan strategi yang tepat.” Cetus pak Sigid.
Salah satu ilmu dan pengalamannya adalah untuk dapat unggul dan berkompetisi dengan baik, seseorang haruslah memiliki keunggulan dalam bidangnya. Keunggulan tersebut berupa karya tulis yang baik dengan dukungan hasil penelitian yang relevan serta ditunjang dengan data dan presentasi yang baik pula.
“Dari pengalaman tersebut maka untuk mengikuti suatu kompetisi apapun itu hal yang utama adalah 1. Memiliki karya yang unggul, 2. Karya tulis ilmiah sesuai dengan gaya selingkungnya, 3. File Presentasi yang baik, 4. Kesiapan mental saat presentasi, 5. Fokus presentasi pada isi naskah dan tidak boleh melantur.” Tegas pak Sigid.
Diambil dari Maxmanroe |
Berbagai pencapaian bisa saja mengantarkan kita memiliki produk yang unggul daripada peserta yang lain. Namun, hal tersebut menjadi sia-sia jika tidak ada bukti otentiknya. Maka dari itu, pak Sigid juga menegaskan bahwa pengarsipan juga menjadi hal yang mutlak dan harus dilakukan. Pak Sigid mengaku selalu mengarsipkan berbagai pencapaian yang telah dilakukannya mulai dari surat undangan, surat tugas, hingga bukti dokumentasi segala bentuk kegiatan yang telah dilakukannya sejak tahun 2006 hingga 2015. Pengarsipan tersebut dilakukan dengan dua cara. Yang pertama, pak Sigid mengarsipkannya dalam bentuk fisik yang diatur sedemikian rupa dalam sebuah map dan ditaruh di ruang kerja. Kedua, duta sains P4TKIPA ini juga mengarsipkannya secara digital dalam bentuk web iniyang telah dibuatnya sejak lama.
Di pertengahan kelas, pak Sigid mulai menunjukkan peran orang tuanya, terutama ibunya dalam berbagai kegiatan yang telah dijalaninya ketika mengembangkan kariernya. Kisah tersebut diawali dari berbagai kegagalan yang telah dijalaninya sebelum akhirnya berhasil menjadi juara 1 guru berprestasi tingkat nasional.
“Sebelum juara 1 gupres saya 7 kali gagal dalam ajang prestasi yang lain di tingkat Nasional. seperti NITC tahun 2009 saya gagal karena tulisan saya kurang bisa diterima oleh juri (kurang menggigit), Inobel 2009 karya media saya bagus sekali namun saya gagal karena tidak fokus dalam mempresentasikan karya, saya malah menceritakan siapa saya.” Kenang pak Sigid.
Selain itu, dirinya juga pernah gagal di ajang Ki Hajar pada tahun 2012 karena presentasi yang kurang baik dan ajang FIG pada tahun 2013 karena tidak memenuhi persyaratan kompetisi. Selain itu, dirinya juga gagal melaju ke tingkat selanjutnya setelah pada tahun 2014 dan 2015 pada ajang Mobile Edukasi.
Kebiasaan pengarsipan juga memiliki peran disini. Pak Sigid mengaku dirinya juga selalu mencatat dalam jurnalnya berbagai kegagalan tersebut. Tak hanya mencatat, dirinya juga mengaku melakukan berbagai evaluasi ketika mengalami kegagalan. Bahkan, berbagai evaluasi dan catatan tersebut juga dituliskannya dalam web pribadinya. Maka dari itu, website adalah salah satu hal yang terpenting dalam perjalanan kariernya. Selain memiliki tiga website utama yaitu http://ciget.info, http://inobel.id, dan http://dutasains.ciget.info, dirinya juga mendorong anaknya untuk memiliki web berbayar dan mendirikan http://mybaskara.com.
Satu hal yang selalu menjadi pelecut semangatnya setiap kali dirinya merasa jatuh ketika gagal dalam berbagai kompetisi adalah “Kalah Cacak Menang Cacak” yang berarti kalah maupun menang adalah hal yang biasa.
“Maka dengan dukungan dari orang tua, dan juga dari istri dan anak-anak setiap event lomba yang saya ikuti pasti akan saya lakukan dengan penuh perjuangan dan tidak disiapkan asal-asalan.” jelas pak Sigid.
Diambil dari Radar Tuba |
Akhirnya, berbagai pengalaman, pembelajaran, hingga kegagalan tersebut menunjukkan hasilnya. Pada tahun 2015, berbagai prestasi mulai berdatangan. Dimulai pada tahun 2015 sebagai peraih Juara 1 Guru Berprestasi tingkat nasional, jadi peserta terbaik literasi tingkat nasional pada tahun 2017, Duta Rumah Belajar paling inovatif pada tahun 2018, hingga Duta Sains P4TKIPAhingga mendapat anugerah Alumni Berprestasi Sarjana Adi Manggala di bidang pendidikan tahun 2020 ketika Dies Natalis UNY ke-56. Selain itu, pengurus PPII DIY tersebut juga dianugerahi Satya Lencana bidang Pendidikan dari Presiden RI pada tahun 2016 dan mendapat kesempatan belajar singkat di Australia pada tahun 2016.
Setelah membuka sesi pertanyaan, pak Sigid juga menyampaikan beberapa tips untuk dapat meraih hasil maksimal ketika mengikuti berbagai ajang kompetisi baik untuk diri sendiri maupun untuk anak didik.
1. Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya karya yang akan kita ikut lombakan (kecuali masih tahap awal karena hanya ingin mencoba berhasil atau tidak) dan sesuaikan karya dengan petunjuk teknis dan persyaratan kompetisi.
2. Karya yang kita ikutkan dalam lomba bukan karya yang instan artinya karya yang kita buat tidak maksimal karena hanya membuat karya saat akan ada lomba, namun siapkanlah karya yang dibuat itu jauh hari bahkan mungkin 1 tahun pengerjaan yang di dalamnya ada jiwa, ruh, dan semangat kita.
3. Jika kita lolos ke nasional perlu dilihat kembali apasih yang akan dinilai saat kita mengikuti lomba tersebut, apakah karyanya ataukah presentasinya (hal ini sangat penting saat kita mengikuti suatu lomba).
4. Siapkan diri, pribadi, mental dan juga fokus pada lomba.
5. Saat presentasi lomba, fokus pada materi yang akan kita sampaikan. Jangan sampai keluar dan menyimpang dari presentasi yang kita siapkan karena akan banyak memakan waktu.
Di akhir kelas, pak Sigid menambahkan bahwa dalam berbagai perjalanan kariernya, keluarga dekat adalah motivator sekaligus pendukung utamanya. Baginya, ibu adalah penyemangat yang terbaik karena beliau akan selalu ada sepanjang waktu. Bahkan, ketika dirinya terjatuh dengan berbagai kegagalan yang diterimanya, ibu yang selalu tegak dan mendorongnya untuk bangun dna kembali bangkit. Ketika pencapaian berhasil saya genggam, ibu jugalah yang selalu mengingatkan untuk tidak sombong dan selalu rendah hati.
Setuju. Uraian dan ilustrasi tdk monoton.
BalasHapushebat, lanjut
BalasHapusCihuuyyy... resumenya
BalasHapusseru kalo dimasuukkan ilustrasi gambar
tulisanya keren, ditambah ada gambarnya lagi
BalasHapusResume yang zuper seperti bu Umi yang zuper.
BalasHapusSangat setuju peran ibu..judulnya membuat teringat pada ibu saya..makasi
BalasHapus